Halaman

Selasa, 19 Maret 2013

JANGAN MERASA BENAR SENDIRI

Ucapan ini, "jangan merasa benar sendiri" kerap kali terdengar ketika ada dua orang atau beberapa orang yang saling berselisih tentang suatu permasalahan, khususnya dalam permasalahan agama..

Ketika ada seseorang menjelaskan bahwa (misalnya) ini keliru itu keliru, yang bener ini dan itu, begini penjelasannya, ini hujjahnya, dst... Maka biasanya (oleh orang yang tidak setuju) langsung di timpali dengan berkata : "Jangan merasa benar sendiri.."


Untuk itu.. Marilah kita menelaah maksud dari perkataan ini, sehingga kita tidak salah dalam menempatkan kalimat ini dalam permasalahan yang tidak sepantasnya kalimat ini diucapkan..

Maka kita perlu mengetahui beberapa point berikut sebagai tanggapan ucapan tersebut :


PERTAMA :

Kita memeluk AGAMA ISLAM, karena KEBENARANnya dan kita MEYAKINI akan kebenaran tersebut. Demikian halnya segala sesuatu yang didalamnya, yakni SYARI’ATnya. SYARI’AT yang datang dari Allah TELAH JELAS dan SEMUANYA telah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya..


KEDUA :

Hikmah diturunkan Al Qur-aan dan diutusnya Rasul adalah MENEGAKKAN kebenaran, yang dengannya Allah membantah KEBATHILAN ahlul baathil dan merendahkannya, serta meninggikan ahlul haq..


KETIGA :

Maka dengan melihat point KEDUA, tidak boleh lagi ada yang berkata : "Jangan engkau katakan ini sesat, itu sesat.. Karena yang lebih tahu tentang sesat atau tidaknya adalah Allah.. Hanya Allah-lah yang benar.."

Maka kita katakan :

- Jika seseorang mengatakan “ini sesat, itu sesat” TANPA berlandaskan HUJJAH, maka tentu saja ini adalah kebodohan.. Sesat apakah yang dimaksudkannya..?? Sesat dari jalan mana..?? Kalau ia mengatakan “sesat dari jalan Allah”: Maka kita katakan : "datangkanlah HUJJAH, dijalan Allah manakah kesesatan tersebut" Janganlah sampai kita mengadakan kedustaan atas nama Allah !! Ingatlah ini merupakan suatu dosa yang sangat besar..

Tapi... Yang sering jadi permasalahan dalam hal ini adalah :

Ketika seseorang malah disalahkan ketika ia menjelaskan kesesatan terhadap sesuatu yang telah dijelaskan Allah dan RasulNya akan kesesatan hal tersebut.. Inilah yang kerap teradi.

Kita mengimani bahwa Allah telah menurunkan Al Qur-aan sebagai Al Furqaan (pembeda yang haq dan yang baathil, yang lurus dan yang sesat). Maka : Jika apa yang dikatakan sesat oleh Al qur aan, maka itulah kesesatan..

Kita juga telah mengimani bahwa Allah telah mengutus RasulNya untuk MENJELASKAN Al Qur-aan dan untuk menjadi hakim atas segala perselisihan manusia tentang agamanya..

Maka : Apa yang dikatakan sesat oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, maka itulah kesesatan..

Benar.. Bahwa Allah, Dialah Yang Benar (al-Haq)

Tapi ketahuilah.. Al-haq tersebut telah ada ditengah-tengah kita dengan diturunkanNya al Qur-aan yang membawa kebenaran dan dengan diutusNya RasulNya yang memberi kabar gembira dan yang memberi peringatan (lihat al Isra: 105).

Apakah kita tidak mengakuinya..??
Apakah kita tidak mau merujuk dengannya untuk menyelesaikan permasalahan kita..??

Mungkin ada yang mengira bahwa pengingkaran terhadap kesesatan seperti ini adalah perpecahan, sehingga tidak boleh ada pengingkaran. Subhanallah..

Apakah yang dimaksud dengan perpecahan..??
Apakah yang dimaksud dengan persatuan..??

==>Yang dimaksud dengan perpecahan adalah orang yang menyelisihi kebenaran..

==>Sedangkan yang dimaksud dengan persatuan adalah orang yang mengikuti kebenaran..

Maka :

Orang-orang yang berkumpul diatas kesesatan, tidaklah disebut sebuah persatuan, dan tidak akan pernah umat ini berkumpul diatas kesesatan..

Akan selalu ada diantara umat ini yang akan tetap berada diatas kebenaran, menyelisihi kebathilan-kebathilan yang diperbuat oleh para pengikut hawa nafsu..

Dan.. Orang - orang yang hendak menghalang-halangi orang yang mengingkari kesesatan inilah yang patut untuk merenungi hal-hal berikut :

- Apakah engkau hendak membiarkan terjadinya kesesatan dalam agama ini..??

- Apakah engkau hendak meluaskan kesesatan dalam agama ini..??

- Apakah engkau mengira kesesatan tersebut merupakan kebenaran..??

- Atau apakah engkau hendak mengatakan kesesatan itu adalah bagian agama ini..??

Akan tetapi yang perlu diingat :

Seseorang yang mengingkari kesesatan HARUS SESUAI DENGAN SYARI’AT, bukan dengan cara-cara yang baathil.. Tidaklah kebathilan itu dilawan dengan cara-cara yang bathil pula..

Simak pembahasan tentang ini disini :
http://muslim.or.id/manhaj-salaf/amar-maruf-nahi-mungkar-1.html
http://muslim.or.id/manhaj/amar-maruf-nahi-mungkar-2.html
http://muslim.or.id/manhaj/amar-maruf-nahi-mungkar-3.html

KEEMPAT :

Maka jika terjadi perselisihan, yang menghukumi benar atau salahnya adalah KITABULLAH dan SUNNAH Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menurut PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH.

Sehingga.. Tidak boleh ada berkata DIKEMBALIKAN KEPADA MASING MASING.. DIKEMBALIKAN PADA KYAI MASING MASING.. DIKEMBALIKAN PADA PENDAPAT MASING MASING.. Dst.. Tapi harus dikembalikan kepada Allah (kitabNya) dan RasulNya (sunnahnya) menurut PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH..

Kenapa harus mengembalikan kepada PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH..??

Karena bisa saja pihak yang MENCARI PEMBENARAN akan memakai dalil-dalil dari qur-aan dan sunnah dengan PEMAHAMANNYA MASING MASING tanpa merujuk pada pemahaman yang DIAKUI oleh Allah dan RasulNya, yaitu pemahaman para shahabat..

Maka orang yang mengatakan (kembali kepada al qur-aan dan as-sunnah, tapi dengan pemahamn masing-masing) tidak ada bedanya dengan golongan pertama yang berkata : "kembalikan saja pada masing-masing"


KELIMA :

Jika menurut al-qur’an dan as-sunnah sesuai pemahaman salafush shalih itu benar, maka kita benarkan..

Lantas.. APAKAH SALAH jika seseorang yang mengatakan DIRINYA BENAR, sedangkan ia berlandaskan dengan DALIL-DALIL yang SHAHIIH (diatas kitabullah dan sunnah rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam dengan PEMAHAMAN salafush shalih) ??!


KEENAM :

Perkataan “jangan merasa benar sendiri” ini, jika yang mengatakannya adalah orang yang berada diatas kebathilan.. Yakni orang yang terang2an menyelisihi tuntunan.. Maka ini hanyalah ANGAN-ANGAN KOSONGnya. Agar sekiranya (tujuannya) KEBATHILANnya juga DIANGGAP sebagai sebuah kebenaran..

Sehingga ia BERANGAN-ANGAN orang yang memang berada diatas kebenaran menerima kebathilannya, dan BERANGAN-ANGAN agar orang tersebut mengatakan: “engkau benar, akupun benar, dan kita tidak saling mengusik” mungkin itulah ANGAN-ANGANnya..


KETUJUH :

Jika orang yang berada diatas kebenaran disebut “merasa paling benar”, maka kita katakan :

Orang tersebut tidaklah ‘merasa’ tapi MEMANG ia berada diatas kebenaran..

Contoh.. Jika Seseorang berkata :

"Berdasarkan Ilmu Matematika, 2+2 adalah 4"

Apakah orang itu benar ATAU dia sedang merasa paling benar sendiri...??

Dan Jika Seseorang berkata :

"Berdasarkan Al-quran dan Hadist Rasulullah : Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan berbuat Syirik pada Allah, maka ia akan masuk neraka"

Atau ada yang berkata "

"Berdasar Hadits shahih : Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan agama, maka hal itu tertolak."

Apakah orang itu benar ATAU ia sedang merasa paling benar sendiri...??

Maka dari sini.. Jelaslah sudah bahwa sebenarnya sangat mudah membedakan antara : Orang yang benar dengan orang yang merasa benar sendiri..


KEDELAPAN :

Jika orang yang berada diatas kebathilan tersebut yang mengatakan perkataan "jangan merasa paling benar"

Maka kita katakan :

Yang seharusnya disebut “merasa paling benar” adalah justru pelaku kebathilan itu sendiri.. Bagaimana tidak..?? Mereka diseru untuk merujuk pada kebenaran, tapi mereka menolak..

Maka cukuplah bagi mereka sebutan : MERASA BENAR SENDIRI


Wallahu A'lam..

Sebagian tulisan diringkas secara bebas dari : abuzuhriy.com

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberikan ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan orang-orang tersesat..

Sumber : https://www.facebook.com/pages/Membedah-Bidah/297399790316608
Link:  Jangan Campuri Urusanku!

2 komentar:

  1. Sangat bermanfaat sekali ulasannya bagi saya yang baru memulai menapaki manhaj yang mulia ini.

    BalasHapus
  2. Mta lha ya juga merasa benar dengan membidahkan yasinan tahlilan? Gitu koq ya ga pede kalo dikritik.. ?

    BalasHapus